Orang-orang yang mendapat jaminan
dari Allah karena berhutang.
Homo economicus,
itulah identitas manusia. Selalu butuh dengan orang lain untuk memenuhi
berbagai macam kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Implikasi dari
hal tersebut adalah adanya transaksi ekonomi, mulai dari era barter hingga
datangnya masa tukar-menukar menggunakan uang.
Akan tetapi,
tidak semua kebutuhan manusia bisa terpenuhi, dikarenakan adanya keterbatasan
baik dari ketersediaan barang dan jasa, maupun ketersediaan alat beli (uang). Adakalanya,
demi kebutuhan yang diinginkan, seseorang menggunakan barang dan jasa dengan
pembayaran yang diberi tangguh (utang). Bahkan, saat ini manusia sudah terbiasa
berhutang hanya untuk mendapatkan hal-hal yang sifat pemenuhannya tidaklah
mendesak. Untuk mengantisipasi hal ini, Islam sudah jauh-jauh hari menuntun
umatnya agar menghindari hutang, terkecuali dalam keadaan darurat. Rasulullah
Saw. pun enggan menshalatkan muslim yang mati dalam keadaan berhutang (dengan
syarat tertentu).
Namun, di
sisi lain Rasulullah juga memberikan kabar gembira bagi orang yang berhutang
dengan alasan mulia. Bagi orang-orang ini, apabila ia meninggal dalam keadaan
belum melunasi hutangnya, maka yang menjadi penjamin hutangnya. Dari lisan Anas
bin Malik, Orang-orang tersebut antara lain:
- Orang yang berhutang untuk nikah. Nikah adalah hal yang amat mulia dalam pandangan Allah. Ketika seseorang merasa takut menghindari zina namun keinginannya sudah besar, maka alangkah baiknya ia segera menikah. Seandainya ia tidak memiliki uang untuk mahar istrinya, lalu kemudian ia berhutang, maka bila ia meninggal dunia sebelum melunasi hutangnya walau sudah berusaha keras, Allah yang akan menjamin seluruh hutang tersebut.
- Orang yang berhutang karena membiayai kaum muslimin untuk berperang/jihad di jalan Allah (jaahaduu fii sabiilillah).
- Orang yang berhutang untuk kain kafan orang yang meninggal dunia, Allah akan memberikan kepuasan pada orang yang dihutangi (memberikan hutang) di hari kiamat kelak.
Ketika hal
ini disampaikan kepada Hasan Al-Bashri, beliau berkata bahwa Anas sudah mulai
menurun ingatannya sehingga lupa menyampaikan bagian paling penting dari hal
tersebut, yaitu:
“Bahkan
bersamaan dengan mereka, Allah Ta’ala menjamin seseorang yang berhutang untuk
memberi nafkag keluarganya dan telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
membayarnya namun ia tidak mampu membayarnya sampai ia mati, maka tidak ada
perkara antara dia dan orang-orang yang menghutanginya nanti pada hari kiamat”
(saduran dari kitab Tanbihul
Ghaafiliiin karya Abu Laits As-Samarqandi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar